Minggu, 29 April 2012

Sisi Langit yang Lain (2)

Kabut berselimut.
Lirikku pada rumah-rumah parau akan dingin. Semua masih sembunyi di dalam istana mimpi masing-masing. Hening. Tak ada geming. Rindu riakku pada bintang di sudut langit yang lain. Tegak kaki tatap atas tantang langit.
Hai, matahari, hari ini ku tak intip kau dari kolong langit. Mataku awas perhatikan langkah cahayamu menggempur dingin hingga nadi. Detik demi detik jadi relung baru pada rasa takjub ingin tahu, akankah di sudut langit yang lain aku mampu lihat dirimu juga.
Masih menunggu bersama embun di ujung daun hati. Kau mengintip di kejauhan sana. Aku tahu. Kau tak bisa sembunyi, cahayamu terlalu terang untuk diculik gelap, lagi pula waktu mengharuskan kau hadir. Tidak harus dipercepat atau diperlambat, semua sudah pada takar aturan-Nya. Garis oranye yang kau toreh seperti lengkung senyum, sambut aku yang menanti.
Aroma embun menyeruak dalam benak, berenang-renang pada udara dingin yang melanglang buana.
Satu garis lagi kau t0rehkan, lebih panjang, lebih lebar, lebih terang. Hitung mundur jadi permainan menantang langit yang baru. Dan kau hadir, peluk aku hangatnya dirimu.
Pancaranmu temaniku jelajahi taman ilalang di kolong langit yang lain.
Esok aku akan datang, untuk menjemput lagi dirimu. Gandeng aku selusuri mampi hari baru.



Bukan puisi, hanya sebuah catatan.
"Akan Kau Namakan Apa Rasa Ini?" 

Catatan Tsurayya
awal tahun

0 komentar: